jpy

GBP/JPY Bangkit dari 204,90

GBP/JPY rebound ke 205,40 setelah sentuh support 204,90. Yen menguat akibat ancaman intervensi Katayama dan inflasi Jepang yang meningkat. Tekanan fundamental tetap tinggi.

Yen Mengeras di Tengah Ancaman Intervensi dan Inflasi Jepang yang Menguat

Pasangan GBP/JPY mengalami volatilitas signifikan pada perdagangan Jumat, dengan Pound Sterling sempat jatuh ke area 204,80 sebelum pulih kembali ke zona 205,40. Kenaikan ini mencerminkan respons pasar terhadap kombinasi kekhawatiran intervensi nilai tukar Jepang, meningkatnya inflasi domestik, serta sentimen ekonomi Inggris yang melemah. Meski Pound berhasil mencatatkan pemulihan cepat, kondisi fundamental masih mendukung penguatan Yen dalam jangka pendek.

Yen Menguat setelah Ancaman Intervensi dari Pemerintah Jepang

Penguatan Yen terjadi segera setelah pernyataan tegas dari Menteri Keuangan Jepang, Satsuki Katayama. Dalam konferensi pers pada hari Jumat, ia menyampaikan kekhawatiran pemerintah terhadap “pergerakan satu arah yang terlalu tajam di pasar valuta asing,” sebuah frasa yang hampir selalu menandai kesiapan otoritas Jepang untuk melakukan intervensi langsung.

Pernyataan seperti ini memiliki sejarah kuat sebagai pemicu volatilitas. Pasar memandang peringatan Katayama sebagai sinyal bahwa ambang batas toleransi terhadap pelemahan Yen semakin dekat. Ketika pemerintah mengisyaratkan “tindakan yang tepat,” biasanya itu berarti potensi penjualan Dolar atau mata uang asing lainnya untuk menopang Yen. Respons pasar berlangsung cepat: Yen melonjak dan GBP/JPY terpental dari area tertinggi sebelumnya.

Namun, reli Yen ini juga tidak terjadi dalam ruang hampa. Pasangan GBP/JPY sebelumnya mencatat kenaikan tajam lebih dari 1% dalam empat hari, didorong oleh tekanan jual besar-besaran terhadap mata uang Jepang. Kombinasi yield Jepang yang rendah, risiko fiskal yang meningkat, dan stimulus pemerintah memberikan ruang bagi para trader untuk melakukan “short Yen” secara agresif—sehingga peringatan intervensi memberikan alasan kuat bagi para spekulan untuk keluar dari posisi tersebut.

Kekhawatiran Fiskal dan Stimulus Besar Jepang Picu Sell-Off Sebelum Rebound

Salah satu pemicu utama pelemahan Yen sebelumnya adalah informasi mengenai rencana Perdana Menteri Sanae Takaichi untuk mengajukan paket stimulus ekonomi monumental senilai 21,3 triliun Yen (sekitar USD 135,4 miliar). Stimulus ini ditujukan untuk meringankan beban rumah tangga akibat tekanan inflasi yang meningkat.

Namun, di mata pasar, paket stimulus skala besar pada kondisi fiskal yang sudah rapuh memunculkan kekhawatiran baru. Jepang memiliki salah satu beban utang pemerintah terbesar di dunia. Tambahan stimulus sering kali membuat investor khawatir bahwa tekanan fiskal dapat memperburuk fundamental jangka panjang Yen, yang pada akhirnya memicu aksi jual terhadap aset berdenominasi Yen.

Akan tetapi, ketika pernyataan Katayama muncul, sentimen langsung berbalik dan Yen mendapatkan momentum penguatan yang cepat.

Inflasi Jepang Menguat: BoJ Makin Sulit Menahan Tekanan Normalisasi Kebijakan

Selain faktor verbal intervention, data inflasi Jepang yang dirilis Kamis memberikan landasan fundamental lebih kuat bagi penguatan Yen. Indeks Harga Konsumen (IHK/CPI) Jepang naik menjadi 3,0% secara tahunan pada Oktober, naik dari 2,9% di bulan September, sekaligus mencatatkan level tertinggi dalam tiga bulan.

Meskipun kenaikannya moderat, pasar menilai angka tersebut cukup untuk menjaga ekspektasi bahwa Bank of Japan mungkin mempertimbangkan pengetatan suku bunga pada pertemuan Desember mendatang. Sejumlah pejabat BoJ dalam bulan-bulan terakhir telah merujuk pada kebutuhan untuk keluar secara bertahap dari kebijakan ultra-akomodatif, terutama jika inflasi tetap bertahan di atas target 2%.

Fakta bahwa inflasi terus meningkat di tengah tekanan pemerintah agar BoJ tetap longgar menciptakan dinamika menarik. BoJ menghadapi dilema klasik: mempertahankan dukungan terhadap ekonomi atau mengendalikan inflasi yang mulai menguat. Ketidakpastian inilah yang menjadi pemicu volatilitas Yen belakangan ini.

Pound Sterling Melemah akibat Data Ekonomi Inggris yang Suram

Di sisi lain, faktor domestik juga membebani Pound. Data penjualan ritel Inggris untuk Oktober menunjukkan penurunan 1,1%, jauh lebih buruk dari ekspektasi stagnan. Angka ini menghapus sebagian kenaikan 0,7% pada September, mengisyaratkan bahwa sektor konsumsi Inggris masih berada di bawah tekanan inflasi tinggi dan kondisi ekonomi yang menantang.

Konsumen Inggris menghadapi suku bunga tertinggi dalam lebih dari satu dekade, membuat pengeluaran rumah tangga semakin terbatas. Sentimen bisnis pun belum pulih sepenuhnya. Dengan PMI pendahuluan November yang dijadwalkan rilis, pasar memperkirakan hasil yang tidak cukup kuat untuk membantu Pound bangkit signifikan.

Prospek GBP/JPY: Support 204,80 Tetap Kuat, tetapi Yen Punya Ruang Menguat

Zona 204,80–204,90 telah terbukti sebagai level support penting bagi GBP/JPY dalam beberapa sesi terakhir. Rebound cepat menuju 205,40 menunjukkan bahwa buyer masih aktif mempertahankan level tersebut. Namun, jika intervensi Jepang meningkat atau data AS dan global memicu risk-off, Yen bisa kembali menguat dan menekan pasangan ini lebih dalam.

Fundamental saat ini menunjukkan:

  • Yen memiliki katalis bullish jangka pendek (ancaman intervensi + inflasi naik + potensi pengetatan BoJ).

  • Pound menghadapi tekanan domestik dari lemahnya data dan prospek ekonomi Inggris.

  • GBP/JPY sangat sensitif terhadap sentimen risiko global, sehingga setiap gelombang risk-off dapat memicu penurunan tajam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share this content