rupee

Dolar Perkasa, Rupee Terseret: Inflasi India Lemah dan Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Menguat

Rupee India melemah ke 88,90 terhadap Dolar AS setelah inflasi ritel India melambat ke 1,54%. Pasar kini menantikan sinyal pelonggaran kebijakan moneter RBI dan pertemuan Trump–Xi Jinping di Korea Selatan.

Inflasi India Mendingin, Pasar Menanti Keputusan RBI

Jakarta – Rupee India (INR) kembali melemah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan Selasa (14/10), mengikuti penguatan global greenback. Penguatan Dolar ini terjadi seiring dengan meredanya ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, yang membuat pasar beralih ke aset dolar sebagai pilihan aman.

Pasangan mata uang USD/INR dibuka di sekitar 88,90, mendekati rekor tertingginya di 89,10, sementara Indeks Dolar (DXY) bertahan di level 99,25 setelah naik 0,2% pada hari sebelumnya.

Tensi Dagang AS–Tiongkok Mulai Reda

Optimisme pasar meningkat setelah Beijing memastikan bahwa pembicaraan tingkat tinggi antara AS dan Tiongkok masih berlangsung, meski menuduh Washington mengadopsi kebijakan diskriminatif dan menyalahgunakan kontrol ekspor.

Selain itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengonfirmasi bahwa Presiden Donald Trump akan bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di Korea Selatan pada akhir Oktober. Pertemuan ini diharapkan dapat menurunkan ketegangan tarif dan menyelesaikan isu terkait teknologi chip serta kontrol ekspor tanah jarang.

“Presiden Trump mengatakan bahwa tarif tidak akan berlaku hingga 1 November. Ia akan bertemu dengan Ketua Partai Xi di Korea, dan saya percaya pertemuan itu tetap akan berlangsung,” ujar Bessent .

Langkah ini memberi kelegaan bagi pasar, yang sebelumnya khawatir terhadap potensi gelombang tarif baru antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Inflasi India Melambat, Ekspektasi Pelonggaran RBI Menguat

Dari sisi domestik, perlambatan inflasi ritel India menjadi 1,54% pada September menjadi faktor utama pelemahan Rupee. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 1,7% dan merupakan laju inflasi terlemah sejak Juni 2017.

Kementerian Statistik dan Implementasi Program India mencatat bahwa inflasi tetap berada di bawah batas bawah toleransi bank sentral sebesar 2%-6%, meningkatkan kemungkinan pemangkasan suku bunga Repo oleh Reserve Bank of India (RBI) pada pertemuan kebijakan Desember mendatang.

Tahun ini, RBI telah memangkas suku bunga repo sebesar total 100 basis poin (bps) menjadi 5,5%, termasuk pemotongan 50 bps pada Juni lalu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Dengan inflasi yang sangat rendah, RBI memiliki ruang lebih besar untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Fokus pasar kini bergeser ke seberapa agresif bank sentral akan bertindak pada akhir tahun,” kata Anjali Gupta.

Tekanan Eksternal dan Arus Modal Asing

Selain faktor inflasi, ketegangan antara India dan AS terkait pembelian minyak Rusia juga menekan nilai tukar Rupee. Langkah New Delhi untuk terus membeli minyak dari Moskow membuat beberapa investor asing menahan diri untuk masuk ke pasar India.

Meski demikian, data menunjukkan Foreign Institutional Investors (FII) mulai kembali ke pasar saham India. Antara 7–10 Oktober, FII tercatat sebagai pembeli bersih dengan total investasi Rs. 3.289,30 crore, meskipun mencatat penjualan senilai Rs. 240,10 crore pada awal pekan ini.

Perlambatan penjualan asing memberi sedikit dukungan bagi pasar saham domestik, tetapi dampaknya terhadap Rupee masih terbatas karena dominasi faktor eksternal seperti penguatan Dolar AS.

Data WPI dan Prospek Kebijakan Moneter

Selain inflasi ritel, inflasi Indeks Harga Grosir (WPI) India juga menunjukkan pelemahan signifikan, turun menjadi 0,13% dari 0,52% sebelumnya, jauh di bawah perkiraan 0,5%.

Pelemahan beruntun inflasi ini memperkuat pandangan bahwa tekanan harga domestik hampir hilang sepenuhnya, membuka peluang bagi RBI untuk menurunkan suku bunga demi menstimulasi aktivitas ekonomi menjelang akhir tahun fiskal.

Sementara itu, pasar juga menantikan pidato Ketua Federal Reserve (Fed) Jerome Powell di acara tahunan Asosiasi Nasional untuk Ekonomi Bisnis (NABE) di Philadelphia. Investor berharap Powell memberi petunjuk baru tentang arah kebijakan moneter AS, khususnya terkait durasi suku bunga tinggi.

Analisis Teknis USD/INR: Potensi Menuju 90,00

Secara teknikal, USD/INR masih bergerak di kisaran tertinggi sepanjang masa di 89,10, dengan tren jangka pendek tetap bullish.
Indikator Exponential Moving Average (EMA) 20-hari saat ini mengarah ke atas di sekitar 88,71, menandakan momentum kenaikan masih terjaga.

Namun, indikator Relative Strength Index (RSI) 14-hari mulai menurun dari zona overbought 60–80, menandakan bahwa momentum bullish mulai melemah sementara waktu.

Jika koreksi terjadi, pasangan ini berpotensi mundur ke area 88,57 (tertinggi 12 September) atau mendekati EMA 20-hari. Sebaliknya, jika harga menembus level rekor 89,12, target psikologis berikutnya berada di angka bulat 90,00.

“Level 89,00 menjadi titik penting bagi trader. Jika menembus kuat di atas level ini, peluang USD/INR untuk mencapai 90,00 terbuka lebar,” ujar Rakesh Sharma.

Secara keseluruhan, pelemahan Rupee India mencerminkan kombinasi dari tekanan eksternal dan faktor domestik, termasuk inflasi yang sangat rendah, kebijakan moneter longgar, serta penguatan global Dolar AS.

Pasar kini menunggu dua katalis utama:

  1. Pidato Jerome Powell yang dapat menentukan arah kebijakan suku bunga global.

  2. Pertemuan Trump–Xi Jinping yang berpotensi menurunkan ketegangan geopolitik.

Jika keduanya membawa sinyal positif, maka USD/INR berpotensi menguat lebih lanjut, dan Rupee mungkin akan tetap tertekan hingga akhir kuartal keempat 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share this content